Virus Mematikan Itu Bernama Intoleransi
Oleh : Mawahibur Rahman
Sebulan terakhir ini warga dunia sedang diguncang dengan wabah mematikan yang bernama virus covid-19 atau dikenal juga dengan virus corona. Virus yang sudah menyebar di lebih dari 100 negara ini juga menyebar di Indonesia. Layaknya negara-negara lain yang sudah terjangkit, pemerintah Indonesia sadar betul akan dampak mematikan dari virus ini. Karenanya pemerintah menjadikan penanggulangan penyebaran virus corona ini sebagai prioritas pertama dan terpenting dari kerja pemerintah saat ini. Berita kematian dari berbagai negara yang diberitakan juga membuat kesadaran akan penanggulangan virus corona ini dipahami oleh mayoritas stake holder bangsa ini, baik pemerintah maupun swasta. Tindakan-tindakan cepat segera dilakukan, seluruh kementrian fokus pada penanganan kasus luar biasa ini. Even-even besar yang telah diprogramkan jauh-jauh hari pun dibatalkan, lembaga-lembaga pendidikan diliburkan, akses-akses transportasi diperiksa ketat akan kesterilannya. Lebih dari itu beberapa Pemda pun sudah melakukan semi lock down kotanya.
Energi dan perhatian luar biasa yang dikerahkan oleh seluruh pihak ini timbul karena kesadaran bahwa kemanusia adalah diatas segalanya. Dia berada diatas segala perbedaan, dia lebih penting dari kemajuan ekonomi, kepentingan politik,kejayaan olahraga dll. Kesadaran bahwa penting untuk menjaga hak hidup manusia di muka bumi ini nampaknya menjadikan kesadaran bersama.
Dalam situasi luar biasa ini, tentunya kita berharap bahwa seluruh elemen bangsa bersatu padu untuk menangani ujian kemanusian yang besar ini dengan cara terbaik. Namun di saat negara ini sedang berjibaku dengan virus corona yang mematikan ini. Ketika seluruh energi bangsa sedang berusaha dikerahkan untuk penanganannya. Tiba-tiba seperti petir di siang bolong, kita dikejutkan dengan berjangkitnya virus kemanusian lain. Seperti tidak peduli akan masalah besar yang sedang ditanggung bersama. Sekolompok yang menamakan Aliansi Benteng Aqidah (ABA) bisa-bisanya melakukan demo intoleransi di Kabupaten Bogor pada pada hari Senin tanggal 16 Maret kemarin. Demo yang salah satu oratornya adalah Muhammad Al-Khathath ini menolak keberadaan Jamaah Islam Ahmadiyah yang secara legal standing sebagai ormas agama yang sah di NKRI ini.
Demonstrasi dengan unsur penyebaran kebecian ini sendiri jika melihat tokoh-tokoh orator dan ormas-ormas yang terlibat di dalamnya nampaknya bukan sesuatu yang terlalu aneh. Tidak aneh dalam artian bahwa kelompok-kelompok ini memang sering menyebarkan hasutan-hasutan intoleransi. Tetapi yang begitu sulit dipahami adalah, mengapa mereka harus melakukan unjuk rasa dalam situasi seperti ini. Bukankah jelas bahwa seluruh negara termasuk Indonesia sedang melarang pengumpulan masa yang besar. Apakah nafsu intoleransi mereka begitu besar sehingga tidak bisa ditahan lagi ?. Apakah pengumpulan masa ini dalam fikiran mereka lebih penting daripada dunia pendidikan yang saat ini sengaja diliburkan ?. Apakah tidak tersisa lagi sedikit saja kesadaran, kalaupun tidak bisa bersumbangsih untuk penangangan kasus corona ini, minimal kita tidak memparah penyebaran virus dengan pengumpulan masa ?. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berputar di fikiran ini tentang aksi unjuk rasa mereka ini. Jelaslah pertanyaan itu bukanlah sekedar tentang Aliansi Benteng Aqidah dan keberadaan Jamaah Islam Ahmadiyah. Tapi lebih besar dari itu, tetang kesadaran bahwa kemanusian yang beradab adalah sesuatu yang masih jauh dari realita.
Layaknya virus Corona, pergerakan Intoleransi ini pun adalah virus yang mematikan. Ia telah menyerang imunitas kebhinekaan kita. Ia melemahkan sendi-sendi persatuan negeri ini. Lebih dari itu ia juga mematikan empati kemanusian. Nafsu intoleransi itu membuat mereka seolah-olah berhak untuk meniadakan hak hidup suatu kelompok di muka bumi ini.
Dari peristiwa ini kita belajar bahwa pekerjaan rumah untuk merawat kebhinekan negeri k ita ini masih besar dan panjang. Kesadaran bahwa diatas segala perbedaan, kita satu sebagai Indonesia masih banyak kerikil tajam. Kesadaran bahwa agama datang untuk memanusiakan manusia masih lemah di beberapa kelompok agama. Namun optimisme harus dibangun, bahwa masih banyak kelompok agama atau masyarakat di negeri ini yang terus berjuang untuk kebhinekaan kita. Masih banyak insan yang menyadari bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab adalah cita-cita yang harus diupayakan bersama. Cukuplah sabda dari Sang Nabi sebagai pengingat bahwa Anfa'unnaas Khoirunnaas yang artinya yang insan terbaik adalah yang bermanfaat untuk insan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.