Tiga Panglima Islam
Untuk mengadakan perbincangan atas disyahidkannya lima belas wakil Islam di perbatasan Syiria, Rasululah saw. mengirimkan Al-Harts, namun Al-Harts bukannya diperlakukan dengan baik, kematianlah yang akhirnya menghampirinya. Rasulullah saw. Mendapat kabar tentang pembunuhan itu. Untuk mengadakan pembalasan terhadap pembunuhan itu, dan pembunuhan-pembunuhan lainnya sebelum itu, beliau menyusun kekuatan yang terdiri atas tiga ribu prajurit dan dikirimkan ke Siria di bawah pimpinan Zaid bin Haritsa, bekas budak Rasulullah saw. yang telah dimerdekakan. Rasulullah saw. menunjuk Jafar ibn Abu Thalib sebagai pengganti Zaid, andai kata Zaid gugur, dan Abdullah bin Rawaha, jika Jafar juga gugur. Jika Abdullah' bin Rawaha juga gugur, maka kaum Muslimin harus memilih sendiri panglima mereka. Seorang Yahudi yang mendengar putusan itu berkata, “Wahai Abul Qasim, jika anda Nabi yang benar, ketiga-tiga perwira yang anda tunjuk itu pasti akan mati, sebab, Tuhan menyempurnakan kata-kata seorang Nabi.” Sambil menghadap kepada Zaid ia berkata, “Percayalah kepada kataku, jika Muhammad benar, kamu tidak akan kembali hidup-hidup.”
Zaid, seorang mukmin sejati, menjawab, “Aku boleh pulang kembali hidup atau tidak, tetapi Muhammad adalah benar Rasul Allah” (Halbiyya, jilid 3, hlm. 75).
Keesokan harinya, lasykar Muslim bertolak menempuh perjalanan yang jauh. Rasulullah saw. dan para Sahabat mengantarkannya sampai ke suatu tempat. Suatu gerakan militer yang besar lagi penting dan sebelumnya tak pernah diberangkatkan tanpa Rasulullah saw. sendiri sebagai panglima. Tatkala Rasulullah saw. berjalan untuk mengantar iringan ekspedisi itu beliau memberi nasihat dan perintah. Sesudah memberi petunjuk ini, Rasulullah saw. kembali dan lasykar Muslim berderap maju.
Lasykar itu adalah lasykar pertama yang diberangkatkan untuk bertempur dengan kaum Kristen. Ketika lasykar kaum Muslimin itu tiba di perbatasan Siria, mereka mendapat kabar bahwa Kaisar musuh telah menduduki medan pertempuran dengan seratus ribu orang dari prajuritnya sendiri dan seratus ribu dari suku-suku Kristen di Arabia. Dihadapkan kepada musuh yang begitu besar, kaum Muslim hampir saja berhenti di tengah perjalanan dan melaporkannya kepada Rasulullah saw. di Medinah. Barangkali beliau dapat mengirimkan bala bantuan dan perintah-perintah baru.
Ketika para pemimpin pasukan bermusyawarah, Abdullah bin Rawaha bangkit dan dengan semangat menyala-nyala berkata, “Saudara-saudaraku, saudara-saudara meninggalkan rumah saudara-saudara dengan tujuan mati syahid di jalan Allah, dan sekarang ketika kesyahidan sudah di ambang pintu, saudara-saudara nampak menjadi ragu-ragu. Kita sebegitu jauh tidak pernah bertempur karena lebih unggul daripada musuh dalam jumlah dan persenjataan. Pertolongan utama kita adalah keimanan kita. Jika musuh jauh mengungguli kita dalam jumlah dan perlengkapan, apa salahnya? Salah satu dari dua ganjaran pasti kita peroleh. Kita menang atau mati syahid di jalan Allah “.
Lasykar itu mendengar uraian Rawaha dan amat terkesan. Ia benar, kata mereka serempak. Pasukan itu bergerak maju lagi. Saat mereka bergerak, mereka lihat lasykar Roma bergerak juga ke arah mereka. Ketika di Mu’ta, kaum Muslimin mengambil kedudukan dan pertempuran mulai berkobar. Tak lama kemudian Zaid, panglima Muslim, gugur dan saudara sepupu Rasulullah saw. Jafar ibn Abu Thalib, menyambut panji dan pimpinan perang. Ketika dilihatnya tekanan musuh makin kuat dan kaum Muslimin karena kalah tenaga akhirnya tak dapat bertahan, ia turun dari kudanya lalu memotong kaki kudanya. Perbuatan itu berarti bahwa paling tidak ia tidak akan melarikan diri dan bahwa ia lebih suka mati dari pada melarikan diri. Memotong kaki-kaki binatang tunggangan adalah kebiasaan orang-orang Arab untuk mencegah binatang-binatang melarikan diri kacau-balau dan panik.
Jafar terpenggal tangan kanannya, tetapi panji perang masih dipegang erat dengan tangan kiri. Tangan kirinya pun terpenggal, namun itu sama sekali tidak membuatnya berhenti dari amanat Rasulullah saw. ia menahan panji itu di antara kedua lengan buntungnya dan ditekankan ke dadanya. Akhirnya, setia pada sumpahnya, ia tewas dalam pertempuran. Abdullah bin Rawaha, sesuai dengan perintah Rasulullah saw. menyambut panji itu dan mengambil alih kepanglimaan. Ia juga gugur. Begitulah kisah ketiga panglima Islam yang menjadi contoh sepanjang masa mengenai keberanian dan ketaatan sejati.
Rabu, 31 Maret 2010
Kisah Para Sahabat 1
Berikut ini adalah kisah-kisah dari para sahabat Rasulullah saw. yang menunjukkan betapa tingginya keimanan dan keteguhan mereka.
Lama sesudah Perang Uhud sahabat-sahabat Hadhrat Talha bertanya kepadanya, “Apakah tanganmu tidak sakit saat jadi sasaran panah-panah itu dan sakitnya tidak menyebabkan engkau memekik?” Talha menjawab, “Sangat pedih dan hampir membuat aku menjerit, tetapi aku tahan. sebab aku tahu bahwa apabila tanganku bergerak sedikit, wajah Rasulullah saw. akan menjadi bulan-bulanan panah musuh.”
Abu Zarr memohon diperbolehkan merahasiakan imannya terhadap sukunya. Rasulullah saw. Menjawab bahwa ia boleh berbuat demikian beberapa hari. Tetapi, ketika ia berjalan di lorong Mekkah, didengarnya serombongan pemimpin-pemimpin Mekkah memaki dan mencemoohkan Rasulullah saw. dan melancarkan serangan-serangan kotor. Ia tak dapat menguasai dirinya untuk merahasiakan iman dan segera menyatakan, “Aku menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan tidak ada yang patut disembah selain Allah, dan Muhammad adalah abdi-Nya dan Rasul-Nya”.
Teriakan di tengah khalayak orang-orang kufar seolah-olah merupakan tantangan. Mereka bangkit dalam marah dan ia dipukuli sehingga jatuh pingsan. Paman Rasulullah, Abbas, yang pada waktu itu belum bai’at ada di situ dan berusaha secara lisan membela orang yang jadi bulan-bulanan itu. “Makanan kafilahmu adalah berasal dari suku Abu Zarr,” katanya, “ Jika mereka marah atas perlakuanmu terhadap dia, kaumnya dapat membuat kamu mati kelaparan”. Akhirnya ditinggalkan Abu Zarr. Hari berikutnya Abu Zarr tinggal di rumah, tetapi hari esoknya, selagi ia menuju kumpulan itu dan mendengar lagi mereka memaki dan mengutuk Rasulullah saw. seperti yang sudah-sudah. Ia pergi ke Ka'bah dan menjumpai orang-orang di sana berbuat serupa. Ia tak dapat menguasai dirinya, lalu berdiri dan mengucapkan peryataan imannya. Sekali lagi ia diperlakukan dengan aniaya lagi ganas. Hal itu masih terjadi hingga ketiga kalinya dan kemudian Abu Zarr pulang ke sukunya.
Terpotongnya tangan Hadhrat Talha ra.
Saat perang Uhud umat Islam yang pada awalnya menang menjadi terdesak. Rasulullah saw. pun menjadi sasaran gempurna musuh, yang pada saat itu beliau hanya dilindungi beberapa sahabat yang membentuk lingkaran. Lasykar Mekkah menggempur lingkaran itu dengan ganasnya. Satu demi satu orang-orang Islam dalam lingkaran itu rebah karena tebasan-tebasan prajurit-prajurit berpedang Mekkah. Sementara Dari bukit Uhud pemanah-pemanah melepaskan panah-panahnya. Pada saat itu Hadhrat Talha, seorang Muhajir, melihat musuh melepas anak-anak panahnya ke arah wajah Rasulullah saw. Ia merentangkan tangannya dan diangkatnya ke atas, melindungi wajah Rasulullah saw. Panah-panah itu satu demi satu mengenai tangan Hadhrat Talha, tetapi tangannya tidak diturunkan sungguhpun tiap panah menembus tangannya. Akibatnya beliau pun harus kehilangan tangannya dalam keadaan terpotong-potong. Akhirnya Hadhrat Talha kehilangan tangannya dan seumur hidupnya ia menjadi orang buntung. Di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib, ketika keretakan di dalam tubuh Islam mulai tampak, Hadhrat Talha diejek oleh seorang musuh dengan menyebutnya Talha si Buntung. Hadhrat Talha hanya menjawab, “Buntung, memang, tetapi tahukah kamu di mana ia kehilangan tangannya? Di dalam Perang Uhud, saat ia mengangkat tangannya memerisai wajah Rasulullah saw. dari panah-panah musuh.”Lama sesudah Perang Uhud sahabat-sahabat Hadhrat Talha bertanya kepadanya, “Apakah tanganmu tidak sakit saat jadi sasaran panah-panah itu dan sakitnya tidak menyebabkan engkau memekik?” Talha menjawab, “Sangat pedih dan hampir membuat aku menjerit, tetapi aku tahan. sebab aku tahu bahwa apabila tanganku bergerak sedikit, wajah Rasulullah saw. akan menjadi bulan-bulanan panah musuh.”
Kegigihan Hadhrat Abu Zarr
Abu Zarr dari suku Ghaffar mendengar tentang Rasulullah saw. dan pergi ke Mekkah guna penyelidikan. Kaum Mekkah mencoba menghalang-halanginya dengan mengatakan bahwa mereka mengenal betul Muhammad dan bahwa gerakannya itu hanya bertujuan untuk kepentingan sendiri. Abu Zarr tidak terpengaruh, ia menjumpai Rasulullah saw. Dan setelah mendengar amanat Islam, ia langsung bai’at dan masuk Islam. Abu Zarr memohon diperbolehkan merahasiakan imannya terhadap sukunya. Rasulullah saw. Menjawab bahwa ia boleh berbuat demikian beberapa hari. Tetapi, ketika ia berjalan di lorong Mekkah, didengarnya serombongan pemimpin-pemimpin Mekkah memaki dan mencemoohkan Rasulullah saw. dan melancarkan serangan-serangan kotor. Ia tak dapat menguasai dirinya untuk merahasiakan iman dan segera menyatakan, “Aku menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan tidak ada yang patut disembah selain Allah, dan Muhammad adalah abdi-Nya dan Rasul-Nya”.
Teriakan di tengah khalayak orang-orang kufar seolah-olah merupakan tantangan. Mereka bangkit dalam marah dan ia dipukuli sehingga jatuh pingsan. Paman Rasulullah, Abbas, yang pada waktu itu belum bai’at ada di situ dan berusaha secara lisan membela orang yang jadi bulan-bulanan itu. “Makanan kafilahmu adalah berasal dari suku Abu Zarr,” katanya, “ Jika mereka marah atas perlakuanmu terhadap dia, kaumnya dapat membuat kamu mati kelaparan”. Akhirnya ditinggalkan Abu Zarr. Hari berikutnya Abu Zarr tinggal di rumah, tetapi hari esoknya, selagi ia menuju kumpulan itu dan mendengar lagi mereka memaki dan mengutuk Rasulullah saw. seperti yang sudah-sudah. Ia pergi ke Ka'bah dan menjumpai orang-orang di sana berbuat serupa. Ia tak dapat menguasai dirinya, lalu berdiri dan mengucapkan peryataan imannya. Sekali lagi ia diperlakukan dengan aniaya lagi ganas. Hal itu masih terjadi hingga ketiga kalinya dan kemudian Abu Zarr pulang ke sukunya.
Kamis, 25 Maret 2010
Ternyata Manusia Telah Hidup Di Bumi Jauh Sebelum Kedatangan Adam
Terjemahan dari
Ch. Khalid Saifullah Khan, Sydney, Australia
Al-Huda, Maret 1997 (Majalah Australia)
Dikirim oleh Dr. Shahid Nadeem Chohan (Editor Al-Huda)
Terjemah oleh : Wahib Rahman
Ch. Khalid Saifullah Khan, Sydney, Australia
Al-Huda, Maret 1997 (Majalah Australia)
Dikirim oleh Dr. Shahid Nadeem Chohan (Editor Al-Huda)
Terjemah oleh : Wahib Rahman
Menurut sebuah berita dari Daily Telegraph London (dicetak ulang di Sydney Morning Herald tanggal 12 Februari 1997) sejumlah 12500 tapak kaki bersama dengan ribuan artefak, yang dipercayai usianya 13.000 tahun lebih tua dari peralatan manusia tertua, telah ditemukan di Chile. Penemuan baru-baru ini telah mengemukakan teori mengenai bagaimana dan kapan kelompok manusia yang paling awal tiba di benua Amerika. Penelitian lain telah muncul beberapa bulan lalu yang menurutnya, keturunan suku asli Australia telah mendiami benua Amerika 14.000 tahun yang lalu.
Surat kabar – surat kabar di Australia memberi judul sebuah berita yang isinya kira-kira bahwa orang-orang Australia adalah para penghuni pertama benua Amerika. Berkenaan dengan suku asli Australia, para ilmuwan percaya bahwa mereka telah tinggal di sini untuk sekurang-kurangnya 40.000 tahun yang lalu. Penemuan Arkeologis baru-baru ini, cukup meyakinkan bahwa segera setelah manusia mencapai tahap Homo Erectus dalam proses evolusi, yang diyakini terjadi pada 176.000 tahun yang lalu, lalu entah dengan cara bagaimana akhirnya mereka bisa mencapai Australia. Kemungkinan lain kehidupan berevolusi dengan sendirinya di berbagai pusat yang berbeda seperti di Afrika, Asia Tengah, Jawa dan Australia. (Berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa kehidupan berasal dari Afrika dimana darinya ia menyebar ke berbagai belahan dunia.)
Surat kabar – surat kabar di Australia memberi judul sebuah berita yang isinya kira-kira bahwa orang-orang Australia adalah para penghuni pertama benua Amerika. Berkenaan dengan suku asli Australia, para ilmuwan percaya bahwa mereka telah tinggal di sini untuk sekurang-kurangnya 40.000 tahun yang lalu. Penemuan Arkeologis baru-baru ini, cukup meyakinkan bahwa segera setelah manusia mencapai tahap Homo Erectus dalam proses evolusi, yang diyakini terjadi pada 176.000 tahun yang lalu, lalu entah dengan cara bagaimana akhirnya mereka bisa mencapai Australia. Kemungkinan lain kehidupan berevolusi dengan sendirinya di berbagai pusat yang berbeda seperti di Afrika, Asia Tengah, Jawa dan Australia. (Berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa kehidupan berasal dari Afrika dimana darinya ia menyebar ke berbagai belahan dunia.)
Penemuan-penemuan Arkeologis telah menuntun kita untuk percaya bahwa, bagaimanapun juga umat manusia telah mendiami berbagai belahan dunia jauh sebelum kedatangan Adam. Namun hal ini, kontradiktif dengan pernyataan Alkitab bahwa Adam adalah manusia pertama yang diciptakan di bumi ( Kejadian 1:26 sampai 2:8 ). Ini adalah salah satu dari pernyataan Alkitab yang bertentangan dengan Ilmu Pengetahuan, yang telah menimbulkan keraguan di dalam pikiran para pengikutnya ( umat Kristen ) mengenai keasliannya ( Alkitab ) atau juga keberadaan wahyu Tuhan, sebagai akibatnya merubah mereka menjadi atheis dan agnostis. Namun Al-Qur’an menerangkan pada kita sebuah kisah yang berbeda. Mengenai hali ini Masih Maud a.s telah mengungkapkan jauh lebih awal sebelum Dinas Purbakala mempublikasikan penemuan-penemuannya, dimana beliau bersabda, "Kami percaya pada keberadaan ras manusia sebelum Adam ".
Dalam hal ini, satu hal yang menarik lainnya adalah bahwa pengetahuan mengenai tahun kelahiran Adam juga diwahyukan oleh Allah kepada Masih Maud A.S. melalui suatu kasyaf, menurutnya Adam telah dilahirkan tahun 4598 tahun sebelum Nabi Suci SAW diberi amanat oleh Allah SWT, yaitu tahun pengutusannya, atau tahun ketika Al-Qur’an mulai di diwahyukan. Peristiwa paling agung ini terjadi pada 20 Agustus 610 M, bertepatan dengan tanggal 24 Ramadhan tahun pertama kenabian. (Lunar/Solar Calendar Of The Prophets Era oleh Maulana Dost Muhammad Shahid).
Jika sekarang tahun 1987, maka peristiwa ini terjadi 1387 tahun yang lalu, sehingga Adam lahir 5985 tahun yang lalu. Al-Qur’an juga menerangkan bahwa Adam bukanlah mahluk yang kusus diciptakan dari debu, karena semua manusia termasuk Yesus diciptakan dengan cara yang sama - bertentangan dengan Alkitab yang menyebutkan Adam telah diciptakan dari debu, berbeda dengan lainnya. Al-Qur’an mengatakan, " Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (Imran 3:60). Demikian juga mengenai penciptaan seluruh umat manusia Al-Qur’an mengatakan, " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
(Al-Rum 30:21). Kedua ayat ini bersesuaian dengan penemuan-penemuan ilmiah yang telah disebutkan diatas, bahwa manusia menyebar ke berbagai belahan dunia pada tahap-tahap awal perkembangannya.
Evolusi pohon ras manusia bersumber dari akar yang sama dan tersebar dalam bentuk cabang-cabang, sub-cabang dan sub-cabang lebih lanjut memiliki bentuk (-pen) sangat berbeda di berbagai belahan dunia. Setelah penciptaan manusia Allah SWT memberikan kepadanya bentuk yang layak dan membekalinya dengan petunjuk yang sesuai (Q.S. Taha 20:51). Oleh karena itu Allah SWT telah mengutus wakil-Nya ( Khalifah ) seperti Adam dalam setiap cabang dan di dalam sub-cabang untuk manusia, sebagai hasilnya proses evolusi menjadi cukup mampu secara fisik, intelektual, sosial dan rohani untuk menerima, memahami dan mengikuti petunjuk-Nya. Satu-satunya Nabi yang telah dikirim untuk dan ditujukan baqi seluruh umat manusia adalah Muhamad SAW. Kata "Adam" yang digunakan dalam Al-Qur’an juga dapat berdiri dikiaskan bagi untuk anak cucu Adam atau umat manusia. Cabang dan sub-cabang pohon manusia telah menyebar lebih lanjut di berbagai belahan dunia, melalui berbagai siklus naik turun yang berbeda, kemunduran dan kemajuan, ketidaktahuan dan bimbingan, bahkan jauh sebelum Adam terakhir yang muncul 5985 tahun yang lalu
Valentine”s Day dan Pencarian Cinta Sejati
Wahib Rahman, Januari 2008, Ditulis ketika aku baru tingkat I di Jamiah
Bagi para remaja, tanggal 14 Februari adalah hari yang sangat dinanti-nantikan. Di hari ini mereka menantikan pengakuan cinta dan kesetiaan dari pasangannya. Sejumlah media massa, pusat perbelanjaan (mall, dept.store dll.), serta sarana hiburan lainnya pun berlomba-lomba menampilkan acara-acara meriah berproduk Valentine‘s day untuk menarik perhatian para remaja. Hari Valentine memang telah menjadikannya memiliki atmosfir yang menyihir. Dikemas dengan judul “Hari Kasih Sayang”, perayaannya seperti menjadi sebuah agenda wajib, sehingga bagi para remaja muslim pun tanpa mengetahui asal mulanya mereka khusyuk larut di dalamnya. Mereka saling berbagi coklat, mengirim kado, bunga hingga menggelar acara-acara besar yang berlangsung sampai larut malam. Benarkah Valentine’s day simbol “kasih sayang sejati”?.
Sejarah Valentine
Sejarah Valentine’s day dimulai ketika ada seorang pendeta bernama Santa Valentino yang mengabdi pada masa Emperor Claudius II Gathicus. Valentino dipenjara karena menentang kaisar. Hal ini terjadi karena sang kaisar berambisi untuk membentuk kesatuan tentara dalam jumlah besar. Namun kaum laki-laki banyak yang menolak dikarenakan tidak mau berpisah dengan keluarganya. Hal ini membuat kaisar marah dan menggagas “ide gila” untuk melarang kaum laki-laki menikah. Santa Valentino yang menentang kebijakan ini dijatuhi hukuman mati tepat pada tanggal 14 Februari 270 M. Anehnya, setelah dihukum mati pihak gereja menobatkannya sebagai “Pahlawan Cinta”.
Valentine’s day juga berhubungan erat dengan upacara keagamaan Romawi yang menyembah Dewa Lopercius (Dewa Kesuburan) dan Dewa Fannus di bukit “Falatine”. Acara yang berkembang sejak masa kaisar Constantine (280-337) itu selalu diwarnai dengan nuansa kemesuman. Hal ini dimulai dengan para gadis menyampaikan pesan-pesan cinta di sebuah jambangan yang nantinya diambil oleh para pemuda. Setelah itu mereka berpasangan lalu berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama lengkap dengan perzinahan. Ritual yang berlangsung tiap tanggal 15 Februari ini kemudian diubah menjadi Purifikasi (Pembersihan Dosa) oleh Dewan Gereja pimpinan Paus Gelasius pada 494 M. Pelaksanaannya dimajukan sehari menjadi tanggal 14 Februari disesuaikan dengan hari kematian Santa Valentino.
Sejarah Valentine
Sejarah Valentine’s day dimulai ketika ada seorang pendeta bernama Santa Valentino yang mengabdi pada masa Emperor Claudius II Gathicus. Valentino dipenjara karena menentang kaisar. Hal ini terjadi karena sang kaisar berambisi untuk membentuk kesatuan tentara dalam jumlah besar. Namun kaum laki-laki banyak yang menolak dikarenakan tidak mau berpisah dengan keluarganya. Hal ini membuat kaisar marah dan menggagas “ide gila” untuk melarang kaum laki-laki menikah. Santa Valentino yang menentang kebijakan ini dijatuhi hukuman mati tepat pada tanggal 14 Februari 270 M. Anehnya, setelah dihukum mati pihak gereja menobatkannya sebagai “Pahlawan Cinta”.
Valentine’s day juga berhubungan erat dengan upacara keagamaan Romawi yang menyembah Dewa Lopercius (Dewa Kesuburan) dan Dewa Fannus di bukit “Falatine”. Acara yang berkembang sejak masa kaisar Constantine (280-337) itu selalu diwarnai dengan nuansa kemesuman. Hal ini dimulai dengan para gadis menyampaikan pesan-pesan cinta di sebuah jambangan yang nantinya diambil oleh para pemuda. Setelah itu mereka berpasangan lalu berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama lengkap dengan perzinahan. Ritual yang berlangsung tiap tanggal 15 Februari ini kemudian diubah menjadi Purifikasi (Pembersihan Dosa) oleh Dewan Gereja pimpinan Paus Gelasius pada 494 M. Pelaksanaannya dimajukan sehari menjadi tanggal 14 Februari disesuaikan dengan hari kematian Santa Valentino.
Berkenaan dengan ini Rasulullah SAW bersabda yang tertera dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar,
“Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum, maka ia menjadi bagian kaum tersebut” (H.R.Abu Dawud).
Akankah kenikmatan sebagai seorang muslim harus ternodai karena sebuah perayaan yang diusung oleh Negara lain? Ironisnya, valentine’s day sendiri tidak memiliki identitas yang jelas. Memang Valentine’s day adalah hari kasih sayangnya Kristiani, tapi latar belakang sejarahnya sendiri telah melanggar akidah agama Yesus. Bukankah sudah jelas disebutkan di dalam Alkitab “Jauhilah perbuatan-perbuatan cabul. Sebab semua dosa lain yang dilakukan orang, terjadi di luar tubuh orang itu. Tetapi orang yang berbuat cabul, berarti berbuat dosa terhadap tubuhnya sendiri” (1 Korintus : 18). Sedangkan saat ini perayaan valentine’s day sendiri telah memberikan ruang dan kesempatan bagi perbuatan haram tersebut.
Suatu kejelasan bahwa sejarah dan perayaan Valentine’s day telah menampilkan cinta sebagai sesuatu yang berbau mesum, dan telah menyempitkan makna cinta yang universal hanya sebagai hubungan antara Romeo dan Juliet. Inilah sebuah penodaan atas nama cinta.
Cinta Kasih dalam Ajaran Islam
Lalu bagaimana seorang muslim mengekspresikan cinta kasih? Islam sama sekali tidak melarang cinta kasih, justru hal tersebutlah yang menjadi inti ajaran Islam. Mengenai ini simaklah apa yang tertulis dalam Malfuzhat:
“Aku datang hanya untuk dua hal; pertama, kalian harus teguh beriman kepada Tauhid dan kedua, kalian harus menanamkan terus saling mencintai dan memperhatikan. Kalian harus menjalani kehidupan yang tidak lain daripada mukjizat”.
Betapa indahnya Islam menampilkan perwujudan cinta karena keimanan pada Tauhid yang kuat hanya bisa diwujudkan bila kita benar-benar mencintai “Sang Kekasih Sejati”. Sesungguhnya manusia sejak lahir mempunyai dorongan/tarikan Thabi’i untuk mencari Wujud Yang Maha Agung. Hubungan kecintaan yang dijalin oleh manusia dengan sesamanya pada hakikatnya terjadi karena sedang bekerjanya tarikan itu. Tarikan itu baru tersempurnakan bila kita telah menemukan Ma’bud Haqiqi. Manusia sebelum menemukan “Kekasih Sejatinya” ia akan terus merasakan bahwa cintanya terhadap siapa pun terasa semu, ia akan merasa selalu ada yang kurang dalam cintanya.
Makhluk Tuhan yang paling murni cintanya adalah Rasulullah SAW, karena beliau menjadikan semua cinta dan kasihnya terhadap siapa pun adalah perwujudan cintanya pada Ma’bud Haqiqi. Beliau dalam memberi kasihnya selalu tulus, penuh kemesraan terhadap siapa pun baik kawan ataupun lawan. Inilah perwujudan cinta universal, tidak sempit seperti cintanya Valentine’s day. Ketika beliau mendakwakan diri sebagai Nabi; hampir seluruh masyarakat Arab menentang beliau. Penentangan yang begitu keji dan kejam, dan luar biasanya tiada sedikit pun kedengkian di dalam diri beliau terhadap mereka. Peristiwa Fatah Mekkah adalah peristiwa terbesar dalam sejarah yang menunjukkan cinta kasih sayang manusia.
Islam mengajarkan bahwa semua muslim adalah satu tubuh. Sehingga ketika salah satu bagian tubuhnya sakit maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit itu. Begitu pula seorang muslim, ia tidak akan tenang jika belum melihat saudara seagamanya dalam ketenangan. Hati dan raganya selalu gusar ketika melihat saudaranya dalam kesusahan. Sedang, sikap kita terhadap orang yang menentang dan memusuhi kita tidak lain adalah mendoakannya dan tetap memberi perhatian kita bukan membencinya. Kalau pun kita harus membencinya maka bencilah perbuatannya bukan pribadinya. Namun cinta dan kasih sayang bisa dikategorikan akhlak bila ia ditempatkan tepat sesuai pada tempat dan waktunya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam QS.Al Maidah ayat 3 yang terjemahannya adalah:
“dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”.
Suatu kesalahan jika kita karena rasa cinta, tidak tega menasehati orang yang kita cintai ketika ia melakukan suatu kesalahan ataupun dosa. Gugur sudah istilah bahwa “cinta itu buta.” Cinta sejati selalu melihat kebenaran sejati walaupun ia dikerubungi oleh pekatnya kegelapan.
Lalu apakah ada istilah “pacaran” dalam ajaran Islam? Dengan tegas Islam melarang perbuatan yang namanya pacaranولاتقربوالزّنى . ”dan janganlah kamu mendekati zina”. Bukan hanya perbuatan zina yang dilarang, tapi perbuatan-perbuatan yang bisa mendekatkan kita dengannyapun harus dihindari. Untuk itulah sistem Fardah ditegakkan, suatu sistem yang memiliki arti dasar “batasan”. Batasan ini mencakup semua aspek baik itu batasan yang kasat mata hingga tidak kasat mata, seperti hati dan pikiran. Masih Mau’ud dengan jelas menerangkan permasalahan ini dalam buku beliu Filsafat Ajaran Islam. Fardah sendiri ada bukan untuk membuat orang menderita karenanya. Tujuan dari Fardah ialah agar hubungan yang kita jalani adalah hubungan yang suci. Dan satu-satunya hubungan suci antara kaum Adam dan Hawa adalah pernikahan.
Akhirnya apakah tujuan hidup kita hanya menjadi Sang Romeo yang rela mati demi melihat Juliet-nya mati? Juliet yang dicintainya, namun tidak jelas darimana datangnya cinta itu. Ataukah kita ingin menjadi manusia yang berhatikan cinta dan bersayapkan kebenaran, yang selalu tulus memberikan cintanya kepada siapa pun demi melihat senyum “Sang Kekasih Sejati-nya”.
Langganan:
Postingan (Atom)