Wahib Rahman, ditulis saat refreshing course mubaligh angkatan I
Sebagai mubaligh baru beliau hanya dibekali alamat anggota dari mubaligh sebelumnya, dengan secarik kertas sebagai kompas dimulailah perjalanan beliau. Saat itu anggota yang ingin dikunjungi tinggal di Lamunti, perjalanan dimulai dari Palangkaraya ke Dadahup via Kapuas –nama sebuah sungai terbesar di pulau Borneo ini – perjalanan berjarak sekitar 150 km ini dilewati dengan menaiki L 300 ( semacam Metromini). Sesampainya di Dadahup belaiu melanjutkan perjalanan ke Lamunti A2 desa berjarak sekitar 30 km dari Dadahup, Lamunti sendiri adalah nama sebuah desa yang cukup terpencil dimana akses masuknya masih jalanan tanah biasa belum diaspal, perjalanan ini hanya bisa dilalui oleh ojek. Akhirnya sepakat ongkos ojeknya Rp 20.000 dengan fasilitas motor tua yang lampunya tidak ada. Sayangnya ternyata alamat yang diberikan itu salah, seharusnya Lamunti A3 tapi di kertas itu tertulis Lamunti A3, tentu saja walaupun dicari hingga malam hari tetap saja rumah anggota itu tidak ketemu. Akhirnya mereka kembali lagi ke Dadahup setelah pencarian tidak berhasil.
Sesampainya di Dadahup Pak Rachmadi tidak tahu harus menginap dimana. Beruntung beliau adalah putra Kalsel asli dan menguasai bahasa Dayak, dengan kemampuan ini beliau mendekati tukang ojek ini dan mengajaknya ngobrol. Setelah cukup akrab beliau meminta kepada pilot sepeda motor itu untuk diizinkan menginap di rumahnya. Gayungpun bersambut beliau akhirnya malam itu belaiu bisa tidur tanpa harus beratapkan langit. Keesokanya beliau meneruskan misi pencariannya, beliau teringat bahwa di Dadahup sendiri ada beberapa anggota jemaat, setelah mengadakan pencarian yang harus melewati hujan badai akhirnya belaiu menemukan rumah anggota di Dadahup G7. Sesampainya disana beliau merencanakan untuk mengadakan pengajian bersama antara anggota Dadahup dan Lamunti. Akhirnya beserta beberapa anggota Dadahup Mln. Rachmadi melanjutkan perjalanannya, tahukah pembaca dengan apakah mereka ke Lamunti ? jawabnya dengan “sepeda ontel”. Mereka berjalan beriringan menyusuri jalan tanah sementara di samping kanan dan kiri adalah tanah kosong tanpa ada rumah satupun. Jarak Dadahup G7 ke Lamunti sekitar 25 km, setelah sampai Lamunti segera pengajian dimulai. Ada perasaan senang dalam diri Mubaligh ini melihat berkumpulnya para anggota dalam Majlis Ta’lim itu, apalagi setelah pengajian itu ada 4 keluarga yang baiat. Masya Allah sungguh Allah Ta’ala tidak pernah menyia-nyiakn usaha hanmbanya. Selain bisa bertemu dengan anggotanya beliau juga mendaptkan hadiah berupa hadirnya beberapa anggota baru ditengah-tengah jemaat Lamunti.
Dikeroyok oleh Ratusan Orang
Kisah ini juga masih mengenai pengalaman tabligh Mln. Rachmadi yaitu saat beliau tugas di Salatiga dalam kurun waktu 1997-1999. Kota kecil Salatiga adalah medan tugas beliau yang perdana, namun ujian tidak mengenal mubaligh tua atau mubaligh muda, kapan saja Allah Ta’ala ingin menguji kita harus siap menjalaninya dengan istiqomah dan tidak pernah menggantungkan diri kita selain kepada Allah Ta’ala. Singkat cerita ditemani salah seorang anggota beliau mengadakan pertablighan ke Gunung Tumpeng, sebuah lahan pertablighan baru.
Karena daerah baru beliau belum tahu bagaimana respon masyarakat Gunung Tumpeng terhadap Jemaat kita, ternyata mereka menganggap Ahmadiyah sebagai aliran sesat . Anggapan yang amat keliru inilah yang membuat terkumpulnya ratusan orang yang siap untuk membawa beliau ke Kantor Kelurahan untuk diadili. Namun, ditengah perjalanan ada salah seorang yang menjegal kaki belaiu sampai beliau jatuh, melihat beliau jatuh ratusan orang itu seperti macan melihat mangsanya langsung mengeroyok beliau. Puluhan bogem bentah membuat beliau babak belur, mulut beliau pecah hingga banyak gigi depan beliau hampir patah dan hingga saat ini luka itu masih menyisakan deretan gigi yang tidak rata dan goyang, sebuah batu bata dihajarkan ke kening beliau hingga bata itu pecah. Dalam keadaan itu beliau terus berdoa agar Ia Yang Maha Kuasa menolong-Nya. Belum puas mereka menyiksa laki-laki yang saat ini usianya sekitar 35 tahun mereka membawa ke Kantor Kelurahan untuk diadili. Dalam keadaan itu tiba-tiba Allah Ta’ala menurunkan pertolongan-Nya, saat keadaan beliau sudah diambang ajal tiba-tiba datang puluhan Polisi dari Polres, pada awalnya Polres-lah yang akan datang tetapi mengetahui bahwa masa yang harus diamankan berjumlah ratiusan maka Polres-lah yang ambil alih. Anehnya setahu beliau tidak ada yang menghubungi polisi untuk meminta pertolongan, Maha Besar Alllah dengan pertolongan-Nya.
Segera beliau dibawa ke rumah sakit untuk dirawat, dalam keadaan tubuh yang bersimbah darah dan lebam dimana-mana banyak yang pesimis beliau bisa cepat sembuh. Namun anehnya lagi hanya empat hari beliau dirawat, melihat ini ada anggota ayng berujar, “ Bapak kayak punya nyawa serep (cadangan) saja”, mendengar itu beliau hanya tersenyum. Saya justru merasa sangat kagum dengan beliau saat beliau mengakhiri ceritanya dengan berkata,” Dalam keadaan babak belur itu dalam diri saya mengalir rasa nikmat, karena mengetahui saya bisa merasakan apa yang dirasakan Rasulullah SAW dan para sahabat ”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.