Rabu, 31 Maret 2010

Kisah Para Sahabat 2

Tiga Panglima Islam
Untuk mengadakan perbincangan atas disyahidkannya lima belas wakil Islam di perbatasan Syiria, Rasululah saw. mengirimkan Al-Harts, namun Al-Harts bukannya diperlakukan dengan baik, kematianlah yang akhirnya menghampirinya. Rasulullah saw. Mendapat kabar tentang pembunuhan itu. Untuk mengadakan pembalasan terhadap pembunuhan itu, dan pembunuhan-pembunuhan lainnya sebelum itu, beliau menyusun kekuatan yang terdiri atas tiga ribu prajurit dan dikirimkan ke Siria di bawah pimpinan Zaid bin Haritsa, bekas budak Rasulullah saw. yang telah dimerdekakan. Rasulullah saw. menunjuk Jafar ibn Abu Thalib sebagai pengganti Zaid, andai kata Zaid gugur, dan Abdullah bin Rawaha, jika Jafar juga gugur. Jika Abdullah' bin Rawaha juga gugur, maka kaum Muslimin harus memilih sendiri panglima mereka. Seorang Yahudi yang mendengar putusan itu berkata, “Wahai Abul Qasim, jika anda Nabi yang benar, ketiga-tiga perwira yang anda tunjuk itu pasti akan mati, sebab, Tuhan menyempurnakan kata-kata seorang Nabi.” Sambil menghadap kepada Zaid ia berkata, “Percayalah kepada kataku, jika Muhammad benar, kamu tidak akan kembali hidup-hidup.”
Zaid, seorang mukmin sejati, menjawab, “Aku boleh pulang kembali hidup atau tidak, tetapi Muhammad adalah benar Rasul Allah” (Halbiyya, jilid 3, hlm. 75).
Keesokan harinya, lasykar Muslim bertolak menempuh perjalanan yang jauh. Rasulullah saw. dan para Sahabat mengantarkannya sampai ke suatu tempat. Suatu gerakan militer yang besar lagi penting dan sebelumnya tak pernah diberangkatkan tanpa Rasulullah saw. sendiri sebagai panglima. Tatkala Rasulullah saw. berjalan untuk mengantar iringan ekspedisi itu beliau memberi nasihat dan perintah. Sesudah memberi petunjuk ini, Rasulullah saw. kembali dan lasykar Muslim berderap maju.
Lasykar itu adalah lasykar pertama yang diberangkatkan untuk bertempur dengan kaum Kristen. Ketika lasykar kaum Muslimin itu tiba di perbatasan Siria, mereka mendapat kabar bahwa Kaisar musuh telah menduduki medan pertempuran dengan seratus ribu orang dari prajuritnya sendiri dan seratus ribu dari suku-suku Kristen di Arabia. Dihadapkan kepada musuh yang begitu besar, kaum Muslim hampir saja berhenti di tengah perjalanan dan melaporkannya kepada Rasulullah saw. di Medinah. Barangkali beliau dapat mengirimkan bala bantuan dan perintah-perintah baru.
Ketika para pemimpin pasukan bermusyawarah, Abdullah bin Rawaha bangkit dan dengan semangat menyala-nyala berkata, “Saudara-saudaraku, saudara-saudara meninggalkan rumah saudara-saudara dengan tujuan mati syahid di jalan Allah, dan sekarang ketika kesyahidan sudah di ambang pintu, saudara-saudara nampak menjadi ragu-ragu. Kita sebegitu jauh tidak pernah bertempur karena lebih unggul daripada musuh dalam jumlah dan persenjataan. Pertolongan utama kita adalah keimanan kita. Jika musuh jauh mengungguli kita dalam jumlah dan perlengkapan, apa salahnya? Salah satu dari dua ganjaran pasti kita peroleh. Kita menang atau mati syahid di jalan Allah “.
Lasykar itu mendengar uraian Rawaha dan amat terkesan. Ia benar, kata mereka serempak. Pasukan itu bergerak maju lagi. Saat mereka bergerak, mereka lihat lasykar Roma bergerak juga ke arah mereka. Ketika di Mu’ta, kaum Muslimin mengambil kedudukan dan pertempuran mulai berkobar. Tak lama kemudian Zaid, panglima Muslim, gugur dan saudara sepupu Rasulullah saw. Jafar ibn Abu Thalib, menyambut panji dan pimpinan perang. Ketika dilihatnya tekanan musuh makin kuat dan kaum Muslimin karena kalah tenaga akhirnya tak dapat bertahan, ia turun dari kudanya lalu memotong kaki kudanya. Perbuatan itu berarti bahwa paling tidak ia tidak akan melarikan diri dan bahwa ia lebih suka mati dari pada melarikan diri. Memotong kaki-kaki binatang tunggangan adalah kebiasaan orang-orang Arab untuk mencegah binatang-binatang melarikan diri kacau-balau dan panik.
Jafar terpenggal tangan kanannya, tetapi panji perang masih dipegang erat dengan tangan kiri. Tangan kirinya pun terpenggal, namun itu sama sekali tidak membuatnya berhenti dari amanat Rasulullah saw. ia menahan panji itu di antara kedua lengan buntungnya dan ditekankan ke dadanya. Akhirnya, setia pada sumpahnya, ia tewas dalam pertempuran. Abdullah bin Rawaha, sesuai dengan perintah Rasulullah saw. menyambut panji itu dan mengambil alih kepanglimaan. Ia juga gugur. Begitulah kisah ketiga panglima Islam yang menjadi contoh sepanjang masa mengenai keberanian dan ketaatan sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.