Kamis, 25 Maret 2010

Valentine”s Day dan Pencarian Cinta Sejati


Wahib Rahman, Januari 2008, Ditulis ketika aku baru tingkat I di Jamiah


           Bagi para remaja, tanggal 14 Februari adalah hari yang sangat dinanti-nantikan. Di hari ini mereka menantikan pengakuan cinta dan kesetiaan dari pasangannya. Sejumlah media massa, pusat perbelanjaan (mall, dept.store dll.), serta sarana hiburan lainnya pun berlomba-lomba menampilkan acara-acara meriah berproduk Valentine‘s day untuk menarik perhatian para remaja. Hari Valentine memang telah menjadikannya memiliki atmosfir yang menyihir. Dikemas dengan judul “Hari Kasih Sayang”, perayaannya seperti menjadi sebuah agenda wajib, sehingga bagi para remaja muslim pun tanpa mengetahui asal mulanya mereka khusyuk larut di dalamnya. Mereka saling berbagi coklat, mengirim kado, bunga hingga menggelar acara-acara besar yang berlangsung sampai larut malam. Benarkah Valentine’s day simbol “kasih sayang sejati”?.

Sejarah Valentine
       Sejarah Valentine’s day dimulai ketika ada seorang pendeta bernama Santa Valentino yang mengabdi pada masa Emperor Claudius II Gathicus. Valentino dipenjara karena menentang kaisar. Hal ini terjadi karena sang kaisar berambisi untuk membentuk kesatuan tentara dalam jumlah besar. Namun kaum laki-laki banyak yang menolak dikarenakan tidak mau berpisah dengan keluarganya. Hal ini membuat kaisar marah dan menggagas “ide gila” untuk melarang kaum laki-laki menikah. Santa Valentino yang menentang kebijakan ini dijatuhi hukuman mati tepat pada tanggal 14 Februari 270 M. Anehnya, setelah dihukum mati pihak gereja menobatkannya sebagai “Pahlawan Cinta”.
Valentine’s day juga berhubungan erat dengan upacara keagamaan Romawi yang menyembah Dewa Lopercius (Dewa Kesuburan) dan Dewa Fannus di bukit “Falatine”. Acara yang berkembang sejak masa kaisar Constantine (280-337) itu selalu diwarnai dengan nuansa kemesuman. Hal ini dimulai dengan para gadis menyampaikan pesan-pesan cinta di sebuah jambangan yang nantinya diambil oleh para pemuda. Setelah itu mereka berpasangan lalu berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama lengkap dengan perzinahan. Ritual yang berlangsung tiap tanggal 15 Februari ini kemudian diubah menjadi Purifikasi (Pembersihan Dosa) oleh Dewan Gereja pimpinan Paus Gelasius pada 494 M. Pelaksanaannya dimajukan sehari menjadi tanggal 14 Februari disesuaikan dengan hari kematian Santa Valentino.

       Jelaslah sudah hari Valentine adalah kebudayaan yang diusung oleh umat Kristen. Hal yang memalukan bagi seorang muslim yang merayakan ritual yang tidak ada ikatan religius, historis, maupun emosional dengan mereka.
Berkenaan dengan ini Rasulullah SAW bersabda yang tertera dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar,
“Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum, maka ia menjadi bagian kaum tersebut” (H.R.Abu Dawud).
      Akankah kenikmatan sebagai seorang muslim harus ternodai karena sebuah perayaan yang diusung oleh Negara lain? Ironisnya, valentine’s day sendiri tidak memiliki identitas yang jelas. Memang Valentine’s day adalah hari kasih sayangnya Kristiani, tapi latar belakang sejarahnya sendiri telah melanggar akidah agama Yesus. Bukankah sudah jelas disebutkan di dalam Alkitab “Jauhilah perbuatan-perbuatan cabul. Sebab semua dosa lain yang dilakukan orang, terjadi di luar tubuh orang itu. Tetapi orang yang berbuat cabul, berarti berbuat dosa terhadap tubuhnya sendiri” (1 Korintus : 18). Sedangkan saat ini perayaan valentine’s day sendiri telah memberikan ruang dan kesempatan bagi perbuatan haram tersebut.
      Suatu kejelasan bahwa sejarah dan perayaan Valentine’s day telah menampilkan cinta sebagai sesuatu yang berbau mesum, dan telah menyempitkan makna cinta yang universal hanya sebagai hubungan antara Romeo dan Juliet. Inilah sebuah penodaan atas nama cinta.

Cinta Kasih dalam Ajaran Islam
    Lalu bagaimana seorang muslim mengekspresikan cinta kasih? Islam sama sekali tidak melarang cinta kasih, justru hal tersebutlah yang menjadi inti ajaran Islam. Mengenai ini simaklah apa yang tertulis dalam Malfuzhat:
“Aku datang hanya untuk dua hal; pertama, kalian harus teguh beriman kepada Tauhid dan kedua, kalian harus menanamkan terus saling mencintai dan memperhatikan. Kalian harus menjalani kehidupan yang tidak lain daripada mukjizat”.
     Betapa indahnya Islam menampilkan perwujudan cinta karena keimanan pada Tauhid yang kuat hanya bisa diwujudkan bila kita benar-benar mencintai “Sang Kekasih Sejati”. Sesungguhnya manusia sejak lahir mempunyai dorongan/tarikan Thabi’i untuk mencari Wujud Yang Maha Agung. Hubungan kecintaan yang dijalin oleh manusia dengan sesamanya pada hakikatnya terjadi karena sedang bekerjanya tarikan itu. Tarikan itu baru tersempurnakan bila kita telah menemukan Ma’bud Haqiqi. Manusia sebelum menemukan “Kekasih Sejatinya” ia akan terus merasakan bahwa cintanya terhadap siapa pun terasa semu, ia akan merasa selalu ada yang kurang dalam cintanya.
     Makhluk Tuhan yang paling murni cintanya adalah Rasulullah SAW, karena beliau menjadikan semua cinta dan kasihnya terhadap siapa pun adalah perwujudan cintanya pada Ma’bud Haqiqi. Beliau dalam memberi kasihnya selalu tulus, penuh kemesraan terhadap siapa pun baik kawan ataupun lawan. Inilah perwujudan cinta universal, tidak sempit seperti cintanya Valentine’s day. Ketika beliau mendakwakan diri sebagai Nabi; hampir seluruh masyarakat Arab menentang beliau. Penentangan yang begitu keji dan kejam, dan luar biasanya tiada sedikit pun kedengkian di dalam diri beliau terhadap mereka. Peristiwa Fatah Mekkah adalah peristiwa terbesar dalam sejarah yang menunjukkan cinta kasih sayang manusia.
      Islam mengajarkan bahwa semua muslim adalah satu tubuh. Sehingga ketika salah satu bagian tubuhnya sakit maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit itu. Begitu pula seorang muslim, ia tidak akan tenang jika belum melihat saudara seagamanya dalam ketenangan. Hati dan raganya selalu gusar ketika melihat saudaranya dalam kesusahan. Sedang, sikap kita terhadap orang yang menentang dan memusuhi kita tidak lain adalah mendoakannya dan tetap memberi perhatian kita bukan membencinya. Kalau pun kita harus membencinya maka bencilah perbuatannya bukan pribadinya. Namun cinta dan kasih sayang bisa dikategorikan akhlak bila ia ditempatkan tepat sesuai pada tempat dan waktunya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam QS.Al Maidah ayat 3 yang terjemahannya adalah:
“dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”.
     Suatu kesalahan jika kita karena rasa cinta, tidak tega menasehati orang yang kita cintai ketika ia melakukan suatu kesalahan ataupun dosa. Gugur sudah istilah bahwa “cinta itu buta.” Cinta sejati selalu melihat kebenaran sejati walaupun ia dikerubungi oleh pekatnya kegelapan.
Lalu apakah ada istilah “pacaran” dalam ajaran Islam? Dengan tegas Islam melarang perbuatan yang namanya pacaranولاتقربوالزّنى . ”dan janganlah kamu mendekati zina”. Bukan hanya perbuatan zina yang dilarang, tapi perbuatan-perbuatan yang bisa mendekatkan kita dengannyapun harus dihindari. Untuk itulah sistem Fardah ditegakkan, suatu sistem yang memiliki arti dasar “batasan”. Batasan ini mencakup semua aspek baik itu batasan yang kasat mata hingga tidak kasat mata, seperti hati dan pikiran. Masih Mau’ud dengan jelas menerangkan permasalahan ini dalam buku beliu Filsafat Ajaran Islam. Fardah sendiri ada bukan untuk membuat orang menderita karenanya. Tujuan dari Fardah ialah agar hubungan yang kita jalani adalah hubungan yang suci. Dan satu-satunya hubungan suci antara kaum Adam dan Hawa adalah pernikahan.
     Akhirnya apakah tujuan hidup kita hanya menjadi Sang Romeo yang rela mati demi melihat Juliet-nya mati? Juliet yang dicintainya, namun tidak jelas darimana datangnya cinta itu. Ataukah kita ingin menjadi manusia yang berhatikan cinta dan bersayapkan kebenaran, yang selalu tulus memberikan cintanya kepada siapa pun demi melihat senyum “Sang Kekasih Sejati-nya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.